JAKARTA – Pemerintah pun mendengar suara pekerja. Selang beberapa hari kemudian, Presiden Joko Widodo pun meminta Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menaker Ida Fauziyah agar merevisi aturan pelaksana program Jaminan Hari Tua (JHT).
Kepala Negara memberikan arahan agar pencairan JHT dibuat sederhana dan tidak menyulitkan pekerja yang mengalami PHK.
“Tadi saya bersama Pak Menko Perekonomian telah menghadap Bapak Presiden. Menanggapi laporan kami, Bapak Presiden memberikan arahan agar regulasi terkait JHT ini lebih disederhanakan,” kata Menaker Ida, Senin (21/2/2022).
Menaker Ida menambahkan, dalam arahannya, Presiden Jokowi juga berharap dengan adanya tata cara klaim JHT yang lebih sederhana, maka dapat mendukung terciptanya iklim ketenagakerjaan yang kondusif.
“Bapak Presiden juga meminta kita semua, baik pemerintah, pengusaha, maupun teman-teman pekerja/buruh untuk bersama-sama mewujudkan iklim ketenagakerjaan yang kondusif, sehingga dapat mendorong daya saing nasional,” tukas Menaker.
Pemerintah menegaskan iuran pekerja yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan dijamin oleh APBN dan pengembangannya dialokasikan di instrumen investasi yang aman.
Para pekerja pun bisa mengecek sendiri hasil pengembangan iuran mereka melalui aplikasi telepon genggam maupun laman BPJS-TK.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo memastikan dana program JHT aman seiring terbitnya Peraturan Permenaker nomor 2 tahun 2022. Anggoro memaparkan, pada tahun 2021 total dana program JHT tercatat sebesar Rp372,5 triliun.
Adapun hasil investasi JHT tahun lalu mencapai Rp24 triliun. Setoran iuran JHT sebesar Rp51 triliun.
Sedangkan pembayaran klaim JHT sebesar Rp37 triliun. Sebagian besar dana pembayaran klaim itu ditutup dari hasil investasi.
Dari total penghimpunan dana JHT tersebut ditempatkan pada beberapa instrumen investasi, yaitu obligasi, deposito, saham, dan properti. Sebesar 65 persen dana tersebut BP Jamsostek diinvestasikan ke instrumen obligasi dan surat berharga, di mana 92 persennya merupakan surat utang negara (SUN).
Kemudian, 15 persen diinvestasikan ke instrumen deposito, yang mana lebih dari 97 persen ada di Bank Himbara dan Bank Pembangunan Daerah (BPD). Sebesar 12,5 persen dialokasikan ke instrumen saham.
BPJS-TK memilih saham-saham blue chips (saham berkinerja baik) yang termasuk di dalam indeks Q45. Berikutnya tujuh persen dialokasikan di reksadana, dan yang terakhir setengah persen dimanfaatkan untuk instrumen investasi properti dan penyertaan langsung.
Portofolio investasi yang beragam untuk memastikan dana BPJS-TK aman dan likuid. Satu hal, polemik JHT juga memunculkan fakta lain. Menurut pakar keuangan Safir Senduk, harus diakui sejauh ini literasi keuangan masyarakat masih rendah.
Meski berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan OJK pada 2019, indeks inklusi keuangan Indonesia sudah mencapai 76,19 persen, tidak diikuti dengan tingkat pemahaman produk keuangan yang memadai. Survei mencatat indeks literasi keuangan Indonesia baru mencapai 38,03 persen.
Dari survei itu, kalangan dewasa di Indonesia rendah kesadarannya dalam menabung atau investasi untuk masa depan.
OJK mengungkapkan, orang dewasa Indonesia yang mengikuti program pensiun hanya sekitar 6 persen. Angka ini relatif sangat rendah, padahal semua orang perlu menyiapkan hari tua agar tidak menjadi beban bagi ahli waris di kemudian hari.
Dalam hal tersebut, dengan sistem jaminan sosial, pemerintah berupaya menjaga sebaik-baiknya simpanan pekerja, bahkan mengembangkannya, termasuk memberikan jaminan hari tua bagi pekerja dan keluarganya. (Ig)