PEKANBARU – PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) diminta untuk membenahi berbagai macam permasalahan distribusi, khususnya untuk pupuk bersubsidi.
Hal tersebut diungkapkan Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono. Pasalnya, di hampir beberapa wilayah saat ia mengikuti kunjungan Komisi IV DPR RI ke daerah pertanian, masalahnya hampir sama.
“Setiap kunjungan kami ke wilayah daerah pertanian, keluhannya hampir sama seperti itu. Protes petani itu terkait dengan kelangkaan pupuk dan harga pupuk yang mahal. Sehingga inilah yang menjadi catatan bagi Komisi IV dan pemerintah untuk membenahi terkait dengan tata niaga distribusi pupuk,” ujar Ono saat mengikuti kunjungan kerja reses Komisi IV DPR RI mengunjungi Gudang PIHC di Pekanbaru, Riau, Selasa (8/3/2022).
Menurut politisi PDI-Perjuangan ini, akibat kelangkaan pupuk bersubsidi ini, ada aspirasi dari petani yang meminta agar program pupuk bersubsidi ini dihapuskan saja, diganti menjadi subsidi akhir atau subsidi produk pertaniannya. Hal ini tentu harus didiskusikan bersama antara Komisi IV dengan Pemerintah, apakah memang memungkinkan ide ini dilakukan.
“Kalau kita lihat berbagai macam analisis yang menyatakan bahwa, satu hektar lahan pertanian padi itu alokasi subsidi pupuknya sekitar Rp700 ribu. Apakah nanti mungkin subsidi itu diberikan dalam bentuk uang kepada petani, tapi program pupuknya dihapuskan. Inilah pemikiran-pemikiran yang tentunya bisa didiskusikan dengan pemerintah dan dengan stakeholder yang bertanggung jawab,” papar Ono.
Selain itu, kata legislator dapil Jawa Barat VIII tersebut, Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK) yang jumlahnya mencapai 20 juta ton dengan kebutuhan anggaran sekitar Rp70 triliun tidak sebanding dengan dana yang bisa disiapkan pemerintah.
Selama ini dana subsidi pupuk ini yang disiapkan pemerintah hanya setengahnya dari jumlah yang dibutuhkan petani, antara Rp30-35 triliun.
“Dengan kondisi seperti ini, apakah kita harus dorong terus anggaran subsidi pupuk ini sampai memenuhi kebutuhan yang diinginkan petani? Di sisi lain, banyak pihak yang masih meragukan validasi dan akurasi RDKK, harus juga ada pendataan kembali. Karena di Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi adalah petani kecil yang memiliki lahan kurang dari 2 hektar. Apakah sudah benar selama ini hanya petani kecil yang mendapatkan pupuk subsidi itu, jangan-jangan petani besar juga dapat,” seloroh Ono.
Ono juga berpesan kepada petani untuk jangan hanya mengandalkan pupuk kimia, harus ada alternatif. Misalnya menggunakan pupuk organik, bagaimana limbah-limbah pertanian atau peternakan itu bisa diolah menghasilkan pupuk organik.
“Tentunya harganya bisa lebih murah, sehingga petani tidak tergantung 100 persen kepada pupuk kimia yang mahal dan sulit didapat,” pungkasnya. (jk/sf)