KARAWANG – Pengelolaan pintu gerbang negara Indonesia, khususnya di kawasan perbatasan, kini tengah menghadapi berbagai kendala yang mendesak dan memerlukan penyelesaian segera.
Tantangan utama muncul dari minimnya integrasi di antara instansi-instansi terkait, seperti Karantina, Bea Cukai, dan Imigrasi, yang berimbas pada lemahnya pengawasan, masuknya barang-barang ilegal, pelanggaran prosedur imigrasi, serta ancaman terhadap keamanan nasional. Berbagai laporan investigasi mengungkap bahwa koordinasi antarinstansi ini kerap kali kurang optimal sehingga memicu beragam masalah di lapangan.
Beberapa faktor yang memperparah ketidakefektifan pengawasan di perbatasan antara lain adalah tumpang tindih kewenangan, keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi, serta korupsi yang menciptakan celah bagi pelanggaran hukum. Tumpang tindih kewenangan antara Karantina, Bea Cukai, dan Imigrasi misalnya, mengakibatkan koordinasi yang tidak efisien dalam mengawasi keluar-masuk barang dan orang. Karantina bertanggung jawab atas kesehatan dan kelayakan barang yang masuk, Bea Cukai mengawasi pergerakan barang di pintu perbatasan, sementara Imigrasi menangani lalu lintas orang asing. Ketidakjelasan tugas ini sering kali menimbulkan keterlambatan dan kendala dalam pelaksanaan prosedur yang seharusnya bisa berjalan efisien.
Keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi turut menjadi hambatan dalam pengelolaan perbatasan Indonesia yang luas. Pos-pos perbatasan sering kali masih mengandalkan metode manual, mengakibatkan pengawasan yang tidak maksimal. Ditambah lagi, kasus korupsi dan penyelewengan wewenang di lapangan menciptakan kesempatan bagi pihak-pihak yang ingin menyelundupkan barang atau tenaga kerja ilegal ke dalam wilayah Indonesia, yang jelas berpotensi mengancam stabilitas ekonomi dan keamanan nasional.
Untuk menjawab tantangan-tantangan ini, muncul gagasan untuk membentuk Kementerian Perbatasan yang akan mengintegrasikan fungsi-fungsi utama dari Karantina, Bea Cukai, dan Imigrasi. Pembentukan kementerian khusus ini diharapkan dapat mengatasi berbagai kelemahan dalam pengelolaan pintu gerbang negara dengan menciptakan koordinasi yang terpusat, efisiensi prosedur, serta pengawasan yang lebih efektif. Beberapa manfaat yang diharapkan dari pembentukan kementerian ini meliputi:
- 1. Koordinasi yang TerpusatPembentukan satu kementerian akan mengintegrasikan fungsi dan tanggung jawab pengawasan perbatasan sehingga memudahkan pertukaran informasi real-time mengenai barang, orang, dan potensi ancaman yang masuk. Dengan begitu, setiap prosedur dapat dilakukan secara optimal, mempercepat deteksi dan penanganan ancaman di pintu perbatasan negara.
- 2. Efisiensi Prosedur dan Penghematan AnggaranPenggabungan fungsi Karantina, Bea Cukai, dan Imigrasi dalam satu struktur organisasi akan mengurangi redundansi dan biaya operasional yang selama ini terjadi akibat tumpang tindih tugas. Efisiensi ini akan meningkatkan pelayanan, terutama bagi wisatawan dan pelaku bisnis yang mengandalkan kemudahan akses di perbatasan.
- 3. Peningkatan Keamanan dengan Teknologi CanggihDengan sistem pengawasan yang terpadu, Kementerian Perbatasan akan memiliki kewenangan penuh untuk menerapkan teknologi modern, seperti biometrik atau deteksi otomatis barang tertentu. Teknologi ini akan membuat pengawasan menjadi lebih ketat, terutama di pos-pos perbatasan yang sulit dijangkau.
- 4. Pengawasan Internal untuk Mengurangi KorupsiSistem yang terpadu dan terstruktur dalam satu institusi akan memperketat pengawasan internal, menekan praktik suap atau penyelewengan wewenang. Hal ini diharapkan dapat menutup celah-celah yang selama ini dimanfaatkan untuk memasukkan barang atau tenaga kerja ilegal.
- 5. Respons Cepat terhadap Ancaman NasionalKementerian Perbatasan dapat segera mengambil langkah-langkah yang terkoordinasi ketika terjadi ancaman nasional, seperti pandemi atau penyelundupan narkotika. Dengan pengawasan yang terpusat, setiap potensi ancaman dapat ditangani lebih efektif, tanpa perlu menunggu prosedur birokratis antarinstansi yang berbeda.
Dari sisi dasar hukum, pembentukan Kementerian Perbatasan ini dapat merujuk pada beberapa undang-undang, seperti Undang-Undang Keimigrasian, Kepabeanan, Karantina, serta Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Regulasi-regulasi ini memungkinkan pemerintah untuk membentuk sebuah struktur yang lebih efisien untuk menangani pengawasan perbatasan. Sebagai landasan hukum, beberapa undang-undang tersebut mendukung terbentuknya integrasi antara Karantina, Bea Cukai, dan Imigrasi dalam satu kementerian yang lebih terpadu dan kuat dalam menghadapi tantangan di perbatasan.
Sebagai langkah awal, pembentukan Tim Koordinasi Perbatasan Nasional menjadi penting. Tim ini akan beranggotakan perwakilan dari Imigrasi, Bea Cukai, dan Karantina untuk merumuskan strategi integrasi fungsi di perbatasan serta merencanakan struktur operasional kementerian baru ini. Dengan demikian, tiap sektor pengawasan dapat menjalankan tugas sesuai dengan tujuan nasional yang lebih luas.
Selain itu, diperlukan Sistem Integrasi Data berbasis teknologi canggih. Integrasi ini memungkinkan akses data lintas instansi yang akurat dan real-time, sehingga memudahkan pemantauan kegiatan di perbatasan, baik itu terkait pergerakan orang maupun barang. Dukungan teknologi ini mencakup CCTV, alat pemindai modern, serta sistem pemantauan satelit di perbatasan laut dan darat.
Di sisi lain, Pelatihan Terpadu untuk Petugas Perbatasan juga diperlukan agar mereka dapat memahami dan menjalankan fungsi-fungsi pengawasan lintas bidang, mulai dari aspek karantina, kepabeanan, hingga keimigrasian. Dengan pelatihan terpadu, petugas perbatasan dapat menjalankan tugas dengan lebih efektif sebagai bagian dari kementerian baru yang lebih terstruktur.Tidak kalah pentingnya, adalah Peningkatan Infrastruktur Perbatasan. Fasilitas yang memadai, teknologi pemantauan, serta sistem keamanan otomatis di pos-pos perbatasan menjadi kebutuhan mendesak untuk menjaga keamanan nasional. Peningkatan ini juga akan mengurangi ketergantungan pada metode manual yang selama ini melemahkan pengawasan di perbatasan.
Penulis menyimpulkan bahwa, pembentukan Kementerian Perbatasan di Indonesia merupakan solusi strategis untuk mengatasi berbagai permasalahan di wilayah perbatasan, mulai dari tumpang tindih kewenangan, korupsi, hingga keterbatasan infrastruktur dan teknologi. Dengan adanya kementerian khusus, pengawasan akan menjadi lebih terpusat dan efektif, meningkatkan efisiensi anggaran, serta memastikan bahwa setiap ancaman terhadap keamanan dan kedaulatan Indonesia dapat diantisipasi dengan lebih cepat. Hal ini sejalan dengan kebutuhan Indonesia untuk menjaga stabilitas dan keamanan di era globalisasi, serta menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi pelaku usaha dan masyarakat yang membutuhkan akses mudah di perbatasan.
Penulis: Aditya Nugraha
Jabatan: Kepala Subseksi Teknologi Informasi Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Karawang