JAKARTA – Dalam menjawab beberapa pertanyaan mengenai berita bohong dan provokasi tentang keadaan Papua dan Papua Barat. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menyampaikan tentang masalah yang menyangkut referendum.
Menko Polhukam mengatakan, banyak informasi tentang referendum atau tuntuan tentang keinginan memisahkan diri atau merdeka dari pihak-pihak yang memang tidak menyadari atau barangkali tidak tahu apa yang terjadi selama ini.
Dijelaskan, kalau bicara referendum, maka sebenarnya hukum internasional sudah tidak ada lagi tempat atau tidak relevan lagi untuk Papua dan Papua Barat disuarakan referendum. Sebab dalam hukum internasional, referendum itu bukan untuk wilayah yang sudah merdeka, tapi wilayah yang non governing territory, seperti misalnya Timor Timur dulu yang merupakan provinsi seberang lautan dari Portugis di PBB, bukan wilayah Indonesia.
“Tapi Papua dan Papua Barat itu sudah pernah referendum di tahun 1969, itu sesuai prinsip-prinsip PBB sudah dilaksanakan satu jajak pendapat, didukung oleh sebagian besar angota PBB, muncul resolusi 25/24 yang sah bahwa Papua dan Papua Barat waktu itu Irian Barat sah sebagai wilayah Republik Indonesia, NKRI, bulat, sah dan didukung oleh banyak negara melalui keputusan PBB. Resolusi PBB tidak bisa bolak balik ditinjau lagi, ganti lagi, tidak bisa, sehingga jalan untuk ke sana sebenarnya tidak ada lagi,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Kemudian kalau berbicara karena hak-hak dasar masyarakat Papua tidak dipenuh, masalah hak politik, hak ekonomi, hak sosial, hak budaya, merasa dikebiri oleh pemerintah misalnya, itupun tidak benar karena dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2002 tentang Otonomi Khusus, sebenarnya hak-hak dasar itu sudah diberikan dan diatur oleh Pemerintah Daerah di sana dengan tetap mengacu hukum UU yang ada di Indonesia.
“Jadi tidak ada seperti berita yang disampaikan Benny Wenda di luar negeri, Indonesia itu mengebiri hak-hak rakyat Papua dan Papua Barat, setiap hari ada pembunuhan, setiap hari ada pelanggaran HAM, tidak ada pembangunan di sana, dianak tirikan, itu semua tidak benar, jangan kita terkecoh dengan hal semacam itu. Saya sampaikan bahwa wacana self determination, rencana untuk merdeka, untuk referendum, hukum intrnasional sudah tertutup dan hukum nasional kita juga sudah final, jadi tidak ada pembicaraan seperti itu,” terang Wiranto.
Terakhir mengenai pembatasan media sosial. Menurut Menko Polhukam, pelemotan atau pembatasan internet ini merupakan reaksi dari satu kondisi yang terjadi dan dapat membahayakan keamanan nasional karena banyak yang campur tangan dan menggunakan kesempatan untuk ikut-ikutan, serta mengacaukan keadaan itu dengan alat media sosial atau internet.
Menurutnya, pada saat masyarakat melihat banyaknya hoax, hasutan, dan tone negative tentang apa yang terjadi di sana, maka akan menambah keadaan menjadi kacau sehingga sulit bagi aparat keamanan untuk menstabilkan daerah itu. Oleh karena itu, sesuai dengan UU yang ada sebagian daerah dibatasi jaringan internetnya.
“Kapan ini dicabut? Kalau ada laporan di sana sudah kondusif, sudah berkurang hasutan, hoax, detik itu juga kita akan cabut. Tadi saya sudah koordinasi dengan Panglima, Kapolri dan Kabin yang melihat itu, saya tadi minta sekarang dicabut gimana nih? Dengan dasar-dasar bahwa hoax sudah berkurang, hasutan-hasutan sudah hampir tidak ada, tone nya sudah positif, negative 10 persen dan yang positif 90. Kondisi daerahkan sudah stabil, tetapi dari informasi yang kita dapat, dari analisis prediksi keamanan, kita masih mohon waktu sebentar. Tanggal 5 nanti kalau keadaan betul2 kondusif kita buka kembali internet,” pungkas Wiranto. (AF).