JAKARTA – Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan ketika Permenaker 19/2015 diberlakukan, saat itu belum terdapat skema jaminan sosial bagi mereka yang kehilangan pekerjaan. Sedangkan saat ini sudah ada jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
Jaminan Hari Tua (JHT) jadi trending topic media sosial beberapa minggu terakhir. Kementerian Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan jadi sorotan publik, khususnya dari kelompok pekerja.
Mereka memprotes keluarnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT, terutama pada adanya batas usia untuk mendapatkan manfaat secara penuh.
Berbeda dengan aturan sebelumnya, dalam Pasal 3 di Permenaker 2/2022 itu kini membatasi manfaat JHT dapat diterima secara penuh kepada peserta program ketika mencapai usia 56 tahun.
Dalam aturan sebelumnya, Permenaker nomor 19 tahun 2015, Pasal 3 Ayat 2 menyatakan, manfaat JHT bagi peserta mencapai usia pensiun, termasuk juga peserta yang berhenti bekerja, di dalamnya mencakup yang mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja dan meninggalkan Indonesia selama-lamanya.
Tidak disebutkan di situ, ihwal batas usia pengambilan. Beleid itu dibuat karena pemerintah ketika itu memahami kondisi pekerja yang kesulitan sewaktu kehilangan pekerjaan.
Tak pelak gelombang protes muncul dari kelompok pekerja dan buruh. Mereka menilai pemerintah selayaknya tidak menahan JHT sampai usia pensiun 56 tahun. Dana kelolaan itu milik pekerja.
Dialog pun terjadi antara Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah dengan perwakilan organisasi dan serikat buruh.
Hadir wakil dari Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin (FSP LEM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Perbincangan tersebut berlangsung di kantor Kemenaker pada Rabu (16/2/2022) dan Kamis (17/2/2022).
Dalam dialog tersebut, Menaker menjelaskan, ketika Permenaker 19/2015 diberlakukan, saat itu belum terdapat skema jaminan sosial bagi mereka yang kehilangan pekerjaan. Sedangkan saat ini sudah ada jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
Dengan keberadaan JKP tersebut, kata Menaker Ida, maka JHT dapat dikembalikan kepada perannya semula sebagai jaminan sosial di hari tua.
Program JHT yang diberikan di usia pensiun sudah sesuai dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) nomor 40 tahun 2004. Pelindungan tersebut belum pernah ada sebelumnya dan akan memberikan bantuan tunai, akses pasar kerja, dan pelatihan.
Program JKP sendiri sudah berjalan dengan dibayarkannya modal awal APBN dan iuran dari pemerintah masing-masing sebesar Rp6 triliun dan Rp823 miliar. Program ini menjadi bantalan pekerja yang kehilangan pekerjaan setidaknya mereka menerima bantuan tunai selama 6 bulan sebesar 45 persen sampai 25 persen dari gaji Rp5 juta. Tanpa mengurangi sedikit pun dana JHT.
Peserta BPJS-TK yang sudah 10 tahun mengiur juga masih dapat memanfaatkan JHT untuk 30 persen biaya uang muka perumahan atau 10 persen untuk biaya kebutuhan lainnya. (*)