JAKARTA – Bima Sakti gagal membawa tim nasional senior di turnamen Piala AFF. Nitizen ramai-ramai minta Edy Rahmayadi, Ketua Umum PSSI mundur dari jabatannya. Bahkan tidak sedikit media mainstream, juga menyoroti hal itu.
“Lucu, norak, dan lebay. Itu yang sekonyong menyeruak di benak saya. Kenapa? Apakah ER, sapaan akrab Edy Rahmayadi salah? Atau, benarkah kesalahan itu buah karya Edy seorang? Atau, siapa sesungguhnya yang mengoperasionalkan organisasi PSSI itu? Masih berjuta tanya bisa susul-menyusul saya gelontorkan, dan saya yakin kita semua sulit menjawabnya dengan baik,” tulis Wartawan Sepakbola Senior Mahfudin Nigara, yang diterima LimaMenit.ID, Senin (26/11).
Nigara mengingatkan, Edy dipilih oleh mayoritas anggota dan pemilik suara yang sah di PSSI. Ini yang penting, Edy naik karena peran mutlak Menpora Imam Nahrawi. Masih ingatkan bagaimana tiba-tiba tangan kekuasaan mencengkram PSSI? Menpora tiba-tiba membekukan PSSI dan melengserkan Ketua Umum PSSI yang sah, La Nyalla Mahmud Mattalitti, pada April 2015.
“Diakui atau tidak, LNM begitu sapaan La Nyalla Ketum PSSI yang dibekukan itu, dicarikan berbagai salahnya. Dan, langsung atau tidak, Edy-lah yang dipersiapkan untuk menghadapinya di lapangan. Tak heran, para anggota PSSI yang bernyali tipis serta rakus jabatan, langsung merapat dan bersepakat untuk melengserkan LNM. Hebatnya, seluruh aktifitas perencanaan dirapatkan di Makostrad, ya maklum Edy waktu itu adalah Pangkostrad. Artinya, jelas dan tegas, naiknya Edy adalah murni produk politik,” ujar Nigara.
Masih dikatakan, jika kemudian hasilnya seperti ini, mengapa Edy yang dipersalahkan? Bukankah Edy hanya bagian kecil dari rekayasa politik yang besar? “Catatan, waktu itu juga LNM menjadi lawan politik pemerintah, maka tak heran harus dijatuhkan,” katanya.
Rombak Total
Jauh sebelum hal ini terjadi, dalam buku karya Mahfudin Nigara yang berjudul “Negeri Seksi itu Bernama PSSI” dan “KLB UNTUK SIAPA?” terbitan Mei dan Juni 2016, sudah dikupas tentang segala hal. Bahkan nasib Edy yang akan dilengserkan jika sudah berada di luar pemerintahan, juga sudah dituliskan. Begitu pula tentang KLB itu bukan solusi. Serta prilaku para anggota PSSI yang tak pernah berubah.
“Untuk itu, jika hanya kegagalan timnas kita di Piala AFF, Edy harus menanggungnya sendiri, buat saya lucu, norak, dan lebay. Mengapa begitu?,” tukas Nigara dalam catatan bukunya.
Menurutnya, pertama, para anggota pasti tahu bahwa dipilihnya Edy, semata-mata karena dia seorang jendral dan ada di lingkaran dalam pemerintahan. Kedua, Edy, mohon maaf, tidak memiliki rekor pernah mengurus sepakbola dengan baik dan benar. Serta yang ketiga, lanjut Nigara mengatakan bahwa, beberapa anggota yang disinyalir sebagai bagian dalam ketidakberesan tatakelola sepakbola itu, membutuhkan ketua yang baru dan yang tak paham seluk-beluk sepakbola nasional.
“Jadi, jika memang harus ada KLB, bukan hanya Edy yang diganti, tapi mayoritas eksekutif komite pun harus diganti. Malah jika mau maju, banyak di antara mereka yang tak boleh lagi mengurus sepakbola di klub sekali pun,” tambahnya.
Kesalahan Edy memakai kembali orang-orang yang sudah jelas menjadi bagian yang tak mampu memajulan sepakbola nasional, tidak boleh dicontoh. Serta jauhkan segera PSSI dari politik praktis dan politik kekuasaan. Artinya PSSI wajib dirombak total.
“Yang terpenting, jika kita ingin meminta pertanggungjawaban, maka mintalah ke Menpora, Imam Nahrawi. Dialah yang membekukan PSSI yang sah itu. Meski kecil kemungkinannya mau ikut bertanggung jawab, tapi kita wajib mengetengahkannya,” pungkasnya (red/end).