JAKARTA – SKK Migas mendorong kontraktor menggenjot rencana kerjanya seiring dengan meningkatnya harga minyak mentah dunia yang memberikan tingkat keekonomian lebih baik.
Harga minyak mentah dunia cenderung terus melambung. Kondisi itu dipicu adanya kekhawatiran kekurangan pasokan komoditas tersebut di pasar global. Pemicunya adalah ketegangan antara Rusia dan aliansi negara-negara barat di Ukraina.
Terjadinya eskalasi di negara bekas pecahan Uni Soviet itu berpotensi mengganggu pasokan migas di negara-negara Eropa sehingga menyebabkan munculnya kekhawatiran pasokan emas hitam dan telah mendongkrak harga komoditas tersebut.
Meskipun dunia kini masih menghadapi wabah pandemi Covid-19, harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman April 2022 naik 0,38 persen ke level USD91.46 per barel. Sedangkan harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Maret 2022 naik 0,49 persen ke level USD90.71 per barel.
Eskalasi di sejumlah belahan dunia dan terjadinya kendala produksi telah memunculkan beberapa spekulasi terhadap komoditas tersebut. Bahkan analis Goldman Sachs memperkirakan, minyak mentah jenis Brent bisa mencapai ke level USD100 per barel pada kuartal ketiga ini.
Dalam laporan bulanan pada Januari, OPEC—produsen negara-negara minyak dunia–telah menyampaikan bahwa perkiraan permintaan minyak dunia akan naik 4,15 juta barel per hari (bph) tahun ini.
Khusus tahun ini, seperti dilansir dari IEA Oil Market Report, laporan itu menyebutkan permintaan minyak dunia pada 2022 sebesar 99,4 juta barel per hari, lebih tinggi dari permintaan 2021 sebesar 96,5 juta barel per hari.
Bagaimana dengan posisi Indonesia di tengah kenaikan harga minyak mentah dunia? Tentu saja kenaikan harga komoditas itu juga berpengaruh terhadap sejumlah asumsi yang telah ditetapkan sebelumnya termasuk postur APBN 2022.
Dalam nota APBN 2022, pemerintah telah menetapkan Indonesia crude price (ICP) minyak bumi sebesar USD63 per barel dengan target lifting 703.000 barel di APBN 2022.
Menyusul kenaikan harga minyak dunia, sesuai bunyi Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11.K/MG.03/DJM/2022 tentang harga minyak mentah Indonesia periode Januari yang diteken 2 Februari 2022, Kementerian ESDM baru saja menyesuaikan harga rata-rata ICP minyak mentah Indonesia.
Ketetapan terbaru itu berdasarkan perhitungan formula ICP pada Januari 2022 menjadi USD85,89 per barel, naik USD12,53 per barel dibandingkan Desember 2021 yang mencapai USD73,36 per barel.
Peroleh Mandat Lifting
Di sisi lain, SKK Migas—lembaga yang mengurusi secara operasional soal produksi migas—telah mendapatkan mandat lifting produksi minyak bumi 703.000 barel per hari sesuai nota APBN 2022 dengan harga USD63 per barel.
Sebagai informasi, menurut data SKK Migas, tahun lalu produksi minyak hanya mencapai 660.000 barel per hari. Padahal target yang ditetapkan 676.000 barel per hari. Sementara itu, realisasi produksi gas bumi mencapai 5.501 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Adapun target yang ditetapkan long term plan(LTP) mencapai 5.30 MMscfd.
Dari gambaran di atas, tentu kenaikan harga minyak bumi di atas asumsi makro ekonomi negara ini berdampak terhadap risiko anggaran. Banyak analis memperkirakan hingga pertengahan 2022 harga ICP akan terus naik. Apalagi ada korelasinya antara APBN 2022 terhadap kenaikan ICP per 1 USD/barel berpotensi akan menambah surplus anggaran sebesar Rp400 miliar.
Dalam rangka itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) meminta kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) meningkatkan rencana kerjanya untuk memanfaatkan momentum harga minyak mentah dunia yang kembali melambung.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengatakan, pihaknya bakal menggenjot rencana kerja para KKKS seiring dengan meningkatnya harga minyak mentah dunia yang memberikan tingkat keekonomian lebih baik.
“Sedang terus-menerus me-review keekonomian di beberapa lapangan. Kalau oke, nanti akan menambah program kerja, baik berupa infill drilling, workover, dan well service,” katanya pada (7/2) lalu.
Di samping itu, kenaikan harga minyak dunia dinilai juga akan mendorong sejumlah proyek hulu migas yang sempat mangkrak karena terganjal masalah keekonomian beroperasi kembali. Kendati demikian, Julius mengatakan bahwa sampai dengan saat ini proyek-proyek tersebut masih dalam tahap peninjauan kembali dan evaluasi oleh bagian perencanaan SKK Migas.
“SKK Migas pasti akan memanfaatkan momentum ini dengan kalkulasi teknik dan ekonomis yang win-win dengan para KKKS,” ujarnya.
Terlepas dari semua itu, lonjakan harga minyak mentah dunia yang kembali bergerak pada level tinggi dapat menjadi angin segar industri migas nasional. Pasalnya, sebagai produsen minyak yang berstatus net importer, Indonesia tetap bisa menikmati berkah dari lonjakan harga minyak dunia tersebut.
Harus diakui, sumur-sumur yang ada saat ini kebanyakan merupakan sumur tua. Nah, dengan melonjaknya harga minyak bisa jadi pendorong bagi kontraktor untuk giat kembali melakukan eksploitasi termasuk pengembangan chemical enhanced oil recovery (EOR) sebagai salah satu upaya untuk mendongkrak capaian produksi minyak dan gas bumi (migas) di dalam negeri.
Kini pengembangan chemical EOR di dalam negeri masih tersendat lantaran masalah keekonomian proyek yang belum menarik. Pengembangan proyek itu baru bisa dilakukan bila harga chemical EOR ekonomis, dan juga harga minyak mentah dunia bergerak pada level yang baik. (*)