JAKARTA – Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menindaklanjuti laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait dugaan gratifikasi dan atau pemerasan yang dilakukan eks eselon III Kemenkumham kepada sejumlah Kepala Rutan dan Kepala Lapas.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam mengatakan, penyidik menemukan dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi dan atau pemerasan yang dilakukan pegawai Kemenkumham tersebut.
“Berdasarkan hasil gelar perkara, diambil kesimpulan bahwa dalam proses penyelidikan terdapat bukti permulaan yang cukup sehingga memenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan,” kata Ashari, Jumat (17/6/2022).
Ashari menjelaskan, Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta telah melakukan gelar perkara terkait penyelidikan dugaan korupsi itu.
Dari hasil gelar perkara, penyidik menemukan peristiwa diduga tindak pidana korupsi, yakni adanya gratifikasi dan pemerasan yang dilakukan oleh mantan Kepala Bagian Mutasi Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM RI pada 2020-2021.
Ashari menduga pejabat itu menyalahgunakan kewenangan dengan modus memaksa beberapa orang Kepala Rutan dan/atau Kepala Lapas untuk menyerahkan sejumlah uang dengan janji mendapatkan promosi jabatan.
“Jika tidak menyerahkan sejumlah uang mereka diancam akan dimutasi jabatan,” ujar Ashari.
Ashari menyatakan tim penyidik Aspidsus Kejati DKI akan segera melakukan proses penyidikan dengan terlebih dahulu melakukan pemanggilan saksi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI dan pihak terkait lainnya.
Sementara itu, Kementerian Hukum dan HAM janji akan melakukan tindakan tegas kepada aparaturnya yang diduga melakukan pemerasan.
Hal ini menindaklanjuti adanya laporan dugaan pemerasan atau pungli yang dilakukan salah satu pejabatnya, kepada sejumlah pihak di wilayah Rutan dan Lapas.
“Jika terbukti, pasti akan ditindak. Pimpinan sifatnya tegas. Tidak mentolerir adanya penyimpangan-penyimpangan seperti itu,” ujar Kabag Humas Kemenkumham, Tubagus Erif Faturahman, Rabu (15/6) lalu.
Terkait adanya dugaan pemerasan yang dilakukan oknum pejabat di lembaganya, Erif meminta, aparatur Kemenkumham tak percaya begitu saja terhadap oknum yang mengaku bisa mengamankan jabatan, dengan imbalan sejumlah uang.
“Sebaliknya juga mengingatkan kepada seluruh jajaran untuk tidak percaya pada orang-orang yang mengaku dapat membantu posisi jabatan atau apapun,” tegas Erif.
Lebih lanjut Erif mengatakan, kendati kasus dugaan pemerasan yang diduga dilakukan oknum pejabat Kemenkumham telah dilaporkan ke Kejati DKi Jakarta. Namun pihaknya tetap memproses secara internal terkait adanya laporan tersebut.
“Prosesnya sampai dimana, kita tidak mengetahuinya. Karena proses pemeriksaan itu sifatnya tertutup,” tandas Erif.
Sebelumnya diberitakan, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan dugaan pemerasan atau pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum pejabat Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), terhadap pegawai atau pejabat di Rutan dan Lapas diwilayah Indonesia.
“Maki telah menyampaikan pengaduan masyarakat kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta atas dugaan pemerasan dan atau pungutan liar yang diduga dilakukan oleh OGD, mantan eselon III pada Kepegawaian Kemenkumham,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Jakarta, Rabu (15/6) lalu.
Menurut Boyamin, terduga oknum yang dilaporkan itu, pada saat menjabat eselon III di Kemenkumham diduga melakukan pungutan liar dengan berbagai modus, seperti diduga meminta uang setoran dari pejabat rutan/lapas di Indonesia.
Terduga menawarkan jabatan atau membantu tetap menjabat di tempat semula, dengan meminta imbalan sejumlah uang di kalangan pejabat eselon IV lingkungan Kemenkuham.
“Terduga diduga melakukan aksinya dengan menakut-nakuti pegawai apabila tidak mengikuti kemauannya akan dipindah ke daerah terpencil,” ujar Boyamin.
Dugaan lainnya, disinyalir kuat dana yang didapat terduga diduga ditampung di rekeningnya sendiri, keluarga dan anak buahnya.
Hasil penelusuran di lapangan ditemukan aset milik terduga di kawasan elit Kuningan, Jakarta, dan diduga memiliki koleksi puluhan senjata api dengan harga mahal.
“Bahwa dugaan pungutan liar adalah dalam bentuk permintaan pembayaran biaya untuk kegiatan latihan menembak dan biaya untuk kegiatan seremoni-seremoni yang diklaim terkait kegiatan dinas atau pribadi,” ujarnya.
Modus lainnya, bahwa sebagai contoh pungutan liar yang lain adalah dugaan permintaan sejumlah uang kepada pejabat rutan atau pejabat lapas dengan dalih untuk membeli alat pemadam kebakaran dan baju seragam menembak dan lain-lain, namun sebenarnya tidak sepenuhnya terdapat pengiriman barang-barang tersebut.
Boyamin mengaku telah menyertakan bukti pelaporan berupa bukti dugaan transfer rekening bank dengan nilai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Laporan pengaduan ini telah dilayangkan sebulan yang lalu dalam bentuk laporan tertulis, kemudian aduan dugaan baju segaram menembak dan lainnya dilaporkan dalam minggu ini disertakan dengan barang bukti.
“Laporan aduan ini tetap azas praduga tidak bersalah, menyerahkan sepenuhnya kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” pungkas Boyamin. (*)