SOLO – Selama PPKM Jawa-Bali ini, omzet para pengusaha di Sidoarjo terdampak dan terancam bangkrut. Mereka pun sepakat mengadukan nasib mereka ke salah satu ulama di Kota Solo itu, Habib Hasan Mulachela, Sabtu (30/1/2021).
Perwakilan Pedagang Pasar Tradisional di Jatim, Muhammad Soleh menyebut jika PPKM membawa dampak luar biasa bagi pengusaha. Bisnis lesu di tengah pandemi sangat dirasakan selama hampir setahun ini.
“Omzetnya sebagian besar anjlok dan ada yang sudah gulung tikar,” kata Sholeh, yang dikutip dari Channel Youtube Peristiwa Kota Solo.
Soleh memaparkan, omzet para penjual turun hingga 90 persen selama pandemi ini. Ditambah adanya PPKM Jawa-Bali semakin memperburuk keadaan para pedagang di Jawa Timur, khususnya di Sidoarjo.
“Saya mewakili 24 ribu pedagang di Sidoarjo Jawa Timur, omzet merosot hingga 90 persen. Kalau ada barang yang laku, itupun hanya bisa untuk kehidupan sehari-hari, tidak bisa lagi untuk kulakan. Ini kondisi berat yang kami hadapi di masa PPKM,” tegas Soleh.
Sholeh berharap Habib Hasan bisa berkomunikasi dengan pemerintah sehingga mendapatkan solusi atas permasalahan-permasalahan yang terjadi masyarakat bawah. Menurutnya, kalau terus menerus seperti ini, apa tidak nanti gulung tikar.
“Sebelum jauh, kami berinisiatif untuk mencari solusi dengan bertemu Habib Hasan sebagai ulama agar masalah ini bisa disampaikan ke Gubernur, Bupati, DPRD, untuk memberikan solusi,” tambah pedagang busana muslim di Pasar Krian.
Menurut pria yang berjualan di Pasar Krian Sidoarjo itu, omzet pedagang di daerahnya terjun bebas selama penerapan PPKM ini. “Turun hingga 90 persen,” katanya.
Hasil berjualan tidak bisa untuk menutup kebutuhan hidup sehari-hari. Nasib serupa menurutnya juga dirasakan oleh ribuan pedagang lainnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama Sidoarjo, Supriyono yang ikut dalam rombongan itu. Dia meminta agar pemerintah melakukan analisa sebelum menerapkan aturan PPKM.
“Tidak bisa dipukul rata,” kata Supriyono.
Supriyono mengaku sepakat jika PPKM diterapkan di daerah yang memiliki angka penularan COVID-19 tinggi.
“Tapi tidak perlu diterapkan di daerah yang memiliki angka penularan COVID-19 rendah atau zona hijau,” jelasnya.
Sementara itu, menanggapi keluhan tersebut Habib Hasan Mulachela mengaku heran lantaran para pedagang Sidoarjo, Jawa Timur itu memilih mengeluhkan nasib di kediamannya daerah Pasarkliwon, Kota Solo.
“Saya juga heran kenapa datangnya ke tempat saya, padahal kan orang Solo dan bukan pejabat lagi. Akan saya coba sampaikan kepada pejabat di daerahnya (Gubernur Khofifah,red),” kata Habib Hasan menjanjikan.
Habib Hasan sendiri mengaku sepakat bahwa PPKM harus diterapkan dengan mempertimbangkan angka penularan COVID-19 di masing-masing wilayah.
“Karena mereka ingin bertemu dengan saya, insyaallah keluh-kesah mereka akan saya sampaikan ke pejabat di Sidoarjo dan Jawa Timur, seperti Gubernur Jatim, dan teman-teman DPRD di sana,” ungkapnya.
Hasan Mulachela berpendapat, seharusnya penerapan PSBB Jawa-Bali disesuaikan masing-masing wilayah karena di suatu kota atau kabuaten belum tentu paparannya sangat tinggi.
“Sebagian kan ada yang rendah, dan lainnya tinggi, jangan dipukul rata. Kalau disamratakan, mereka susah untuk berdagang. Kondisi sekarang sangat memprihatinkan. Semoga setelah saya sampaikan ke pejabat setempat, bisa membantu para pengusaha di Sidoarjo kembali beraktivitas normal,” pungkasnya. (*)