SURABAYA – Dwi Astutik, Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur (Jatim) angkat bicara terkait kasus dugaan pencabulan siswi SMK Swasta di Kota Surabaya.
Dwi meminta agar penegak hukum tegas dalam menjalankan tugasnya, sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
“Untuk penegak hukum supaya bisa menjalankan tugas dengan tegas sebagaimana mestinya sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang ada atas kejadian tersebut,” tegas Dwi Astutik kepada media, Rabu (10/3/2021).
Ketua Forum PAUD Jawa Timur ini menjelaskan bahwa, anak butuh tumbuh dan berkembang menjadi generasi berkualitas yang menjadi harapan bangsa. Sehingga perlindungan nasib anak dan perempuan menjadi hal yang sangat penting.
“Beri kesempatan kepada mereka untuk tumbuh dan berkembang. Jangan hancurkan hidupnya hanya karena kepuasan nafsu sesaat. Itu sama halnya membunuh potensi generasi muda,” jelas Dwi Astutik.
Dwi juga berharap, kepada orang tua dan masyarakat agar memberikan dukungan kepada korban untuk menumbuhkan kembali rasa percaya dirinya.
“Beri dukungan kepada korban untuk bisa menumbuhkan kembali rasa percaya diri dan semangat hidupnya untuk bisa berkarya atas diri dan lingkungannya,” ungkapnya.
Sebelumnya, seorang Kepala Sekolah SMK Swasta di Surabaya AF (53) dilaporkan ke polisi atas dugaan pencabulan terhadap anak didiknya. Kemarin, Selasa (9/3/2021) AF juga sudah memenuhi panggilan polisi.
Kuasa Hukum AF, Khoirul mengatakan jika terduga pelaku pencabulan itu diperiksa penyidik selama tujuh jam. AF dicecar 40 pertanyaan oleh penyidik Satreskrim Polrestabes Surabaya.
“Kurang lebih 40 pertanyaan. Nggak terlalu banyak juga, sih,” kata Khoirul.
Sementara korban ARN (19) diantar oleh ayahnya S (56) warga kawasan Jalan Demak, Surabaya melaporkan kejadian pencabulan tersebut. Dengan surat tanda lapor Nomor LP-B/210/III/Res 1.24/2021/Reskrim/SPKT Polrestabes Surabaya.
Untuk aksi cabul tersebut dilakukan di ruang kepala sekolah pada Desember 2019 lalu. Kejadian ini terkuak saat ARN tidak mau lagi pergi ke sekolah, padahal saat itu ia harus mengikuti ujian.
Kepada petugas, ARN bercerita, pada akhir Desember 2019 lalu, ia mendapat perlakuan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh sosok guru. Saat sekolah dalam keadaan kosong, ARN disekap di dalam ruangan dan cabuli. Ironisnya, perlakuan tidak terpuji itu dilakukan di dalam ruangan kepala sekolah.
“Kejadiannya bulan Desember tahun 2019, 3-4 hari sebelum tahun baru,” katanya (3/3/2021) lalu.
ARN mengaku tak berdaya saat kepala sekolahnya melakukan aksi bejatnya. “Waktu di ruangan, kepala sekolah membuka baju saya. Saya sudah berusaha melawan tapi tidak bisa, ia ninggi saya. Pintu dikunci, jendela gak bisa dipecahin,” tuturnya.
Sebelum pelecehan terjadi, awalnya ARN dan Kepala Sekolah hanya berbincang santai. Termasuk membicarakan perlakuan serupa pada siswa lain. Bahkan ARN juga ditunjukkan foto-foto alumni yang pernah mendapat perlakuan sama yang tersimpan didalam smartphone milik kepala sekolah.
“Foto-foto alumni yang pernah ia gitukan juga ada, kakak kelas saya pun juga ada. Ada salah satu foto kakak kelas saya duduk di antara selakangan dia, ada foto seperti itu juga. Lokasinya sama di dalam ruangan kepala sekolah,” ungkap ARN.
ARN mengaku baru melaporkan kasus itu sekarang karena selama ini hanya menahan malu dan tidak tahu harus mengadu kepada siapa. Sedangkan siswi lain yang diduga mendapat perlakuan sama pun memilih diam meski dihantui ketakutan jika bertemu oknum kepala sekolah tersebut. (Red)