Allah berfirman,
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ . الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”(‘Ali ‘Imran: 190-191)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang firmanNya:
لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ
“…terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal…”
Yaitu mereka yang mempunyai akal yang sempurna lagi bersih, yang mengetahui hakikat banyak hal secara jelas dan nyata. Mereka bukan orang-orang tuli dan bisu yang tidak berakal.
Kemudian Allah menyebutkan sifat Ulul Albab (orang-orang yang berakal) dengan firmanNya:
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ
Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring
Maksudnya, mereka tidak putus-putusnya mengingat Rabb mereka dalam segala situasi dan kondisi, baik hati atau dengan lisan mereka. (Tafsir Ibnu Katsir)
Akal adalah modal paling berharga yang dimiliki manusia. Dengan akal manusia terbedakan dari binatang. Namun tidak semua manusia menggunakan modal ini dengan baik.
Islam sebagai agama fitrah yang lurus, menghargai akal, hal ini dapat dilihat dari banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an, baik yang tersurat maupun tersirat memerintahkan umatnya untuk berpikir dengan memperhatikan apa saja yang ada di dunia ini, bahkan di dalam diri manusia itu sendiri.
Sebagaimana firman Allah:
وَفِي أَنفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?.” (Adz-Dzariyat : 21).
Allah berfirman,
ٱلَّذِینَ یَسۡتَمِعُونَ ٱلۡقَوۡلَ فَیَتَّبِعُونَ أَحۡسَنَهُۥۤۚ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ ٱلَّذِینَ هَدَىٰهُمُ ٱللَّهُۖ وَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ هُمۡ أُو۟لُوا۟ ٱلۡأَلۡبَـٰبِ
Mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat. (Az-Zumar 18).
Sufyan bin Uyainah mengatakan:
لَيْسَ الْعَاقِلُ الَّذِي يَعْرِفُ الْخَيْرَ وَالشَّرَّ , إِنَّمَا الْعَاقِلُ الَّذِي إِذَا رَأَى الْخَيْرَ اتَّبَعَهُ ، وَإِذَا رَأَى الشَّرَّ اجْتَنَبَهُ ” .
“Orang yang berakal bukanlah orang yang mengetahui kebaikan dan keburukan. Tiada lain orang yang berakal adalah seseorang yang apabila melihat kebaikan, ia pun mengikutinya. Dan apabila melihat keburukan, ia pun menjauhinya.”
(Hilyatul Auliya karya Abu Nuaim, 8/339)
Wallahu a’lam.